Malingering Imposed on Another (MIA) as seen on I Care A Lot

Oleh: Departemen Pendidikan dan Keilmuan BEM-F Psikologi Unisba

Marla Grayson adalah penipu yang mendapatkan uang dengan cara meyakinkan sistem hukum untuk memberikannya hak wali atas orang tua yang ia buat seolah mereka tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Setelah ia mendapatkan hak wali tersebut, para orang tua akan ia masukan ke dalam panti jompo, dimana mereka akan diberikan obat-obatan dalam jumlah banyak dan diputus hubungannya dengan dunia luar. Kemudian ia akan menjual rumah, aset dan berbagai barang berharga milik orang tua tersebut untuk keuntungan pribadinya. (Sumber: Wikipedia).

Berikut merupakan plot dari film I Care A Lot yang dirilis pada platform Netflix di tahun 2020. Hal yang dilakukan oleh Marla tentu saja merupakan hal yang keji dan tidak manusiawi, perilaku yang dilakukan oleh Marla dapat disebut dengan Malingering Imposed on Another (MIA).

Apa itu Malingering Imposed on Another (MIA), dan Bagaimana Penggambarannya di dalam Film I Care A Lot?

Malingering Imposed on Another (MIA) adalah ketika seorang individu memalsukan gejala penyakit pada orang lain untuk mendapatkan keuntungan sekunder (termasuk keuntungan finansial atau akses obat-obatan medis) (Dumitrascu et al., 2016). MIA juga terkadang membahas mengenai gaslighting, dimana pelaku akan membuat atau melebih-lebihkan gejala yang dimiliki oleh korban kepada pihak berwajib tanpa kooperasi dari korban.

Di dalam film, hal ini ditunjukan dengan Marla yang berusaha meyakinkan sistem hukum terhadap ketidakmampuan orang tua dalam mengurus dirinya sendiri. Ia akan membuat laporan palsu dari dokter yang menyatakan bahwa orang tua tersebut menderita Alzheimer atau Dementia sehingga mereka perlu diadministrasikan ke dalam panti jompo khusus (panti jompo dikelola oleh Marla) agar mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Setelah itu, Marla akan menjual rumah serta aset dari orang tua tersebut untuk ‘membayar’ panti jompo tersebut.

Fokus motivasi dari MIA adalah keuntungan sekunder (keuntungan finansial, obat-obatan, dll), berbeda dengan Munchausen Syndrome by Proxy dimana keuntungan yang diraih adalah primer (rasa simpati dari orang lain, kekaguman dari orang lain, dll). Mayoritas kasus MIA selalu dimotivasi oleh keuntungan finansial.

Dampak dari MIA terhadap Korban

Kasus MIA dapat memberikan dampak buruk terhadap korban yang mengalaminya. Korban dari MIA kemungkinan harus mengikuti tes-tes medis atau pun mengkonsumsi obat-obatan untuk gejala penyakit yang tidak dimilikinya. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan terhadap obat atau pun dampak psikologis yang berkepanjangan.

Di dalam film hal ini terlihat ketika Marla memberikan obat penenang dengan dosis yang tinggi kepada pasiennya yang tidak mau mengikuti kemauannya. Selain itu, Marla juga mengancam pasien yang diurusnya jika mereka tidak mengikuti keinginan Marla, ia dapat membuat kehidupan mereka selama di panti jompo lebih sulit.

Cara untuk Mencegah MIA

Terdapat beberapa cara untuk mengidentifikasi MIA agar kita dapat mencegahnya:

  1. Harus selalu mengingat bahwa MIA lebih mudah terjadi pada individual yang lebih rentan (orang tua, anak-anak, dan hewan),
  2. Pihak tim medis untuk melakukan pengecekan ulang terhadap data-data gejala pasien, apakah sesuai dengan yang dilaporkan oleh pengurus atau tidak,
  3. Selalu melakukan konfirmasi diagnosis dengan melihat sejarah kesehatan pasien, dan pemeriksaan terbaru.

 “My name is Marla Grayson, I’m just someone who cares”

REFERENSI

Amlani, A., Grewal, G., & Feldman, M. (2015). Malingering by Proxy: A Literature Review and Current Perspectives. Journal Of Forensic Sciences61, S171-S176. https://doi.org/10.1111/1556-4029.12977

Chafetz, M., & Dufrene, M. (2014). Malingering-by-proxy: Need for child protection and guidance for reporting. Child Abuse & Neglect38(11), 1755-1765. https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2014.08.015

Dumitrascu, C., Gallardo, K., & Caplan, J. (2015). Malingering Imposed on Another: A Diagnosis That is Missing in Action?. Psychosomatics56(6), 609-614. https://doi.org/10.1016/j.psym.2015.07.006

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *